Halaman

Menentukan atau Mencari Hari Baik Pernikahan Bagian 2


Mencari sesuatu yang lebih baik atau yang terbaik bukanlah satu hal yang dilarang  di dalam ajaran agama Islam. Justru Islam mengajarkan kepada umatnya untuk senantiasa menjadi yang terbaik dan memberikan hasil yang terbaik. Namun, memberi atau mencari sesuatu yang lebih baik atau yang terbaik tentunya tidak boleh dilakukan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan syariat Islam, terlebih lagi dengan cara-cara yang bertentangan dengan syariat Islam.

Menikah merupakan salah satu fenomena yang senantiasa diharapkan oleh setiap manusia yang berakal dan berjiwa sehat. Menikah merupakan salah satu di antara dua jalan terbaik yang diajarkan di dalam Islam untuk menanggulangi bahaya hawa nafsu, yaitu nafsu biologis atau nafsu syahwat. Jalan lainnya yang diajarkan di dalam ajaran Islam adalah dengan melakukan puasa (shaum). Tidak ada jalan lain yang lebih baik dalam pandangan Islam untuk melindungi diri dari fitnah nafsu syahwat.
Nafsu syahwat merupakan salah satu musuh manusia yang paling berat. Oleh karena itu, Islam menganjurkan kepada umatnya yang telah memiliki kemampuan untuk menikah agar segera menikah, tidak menunda-nundanya.
“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (menikah) dari hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. JIKA MEREKA MISKIN ALLAH AKAN MENGKAYAKAN MEREKA DENGAN KARUNIANYA. Dan Allah Maha Luas (pemberianNya) dan Maha Mengetahui.” (An Nuur 32)
“Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya” (HR. Bukhori-Muslim)
“Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara” (HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud)
“Dari Anas, Rasulullah SAW. pernah bersabda : Barang siapa mau bertemu dengan Allah dalam keadaan bersih lagi suci, maka kawinkanlah dengan perempuan terhormat” (HR. Ibnu Majah,dhaif)
“Rasulullah SAW bersabda : Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka” (Al Hadits)
“Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah” (HR. Tirmidzi)
“Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak”(HR. Abu Dawud)
“Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain” (HR. Abdurrazak dan Baihaqi)
Demikian vitalnya hikmah, manfaat dan maslahat yang dapat diperoleh dari nikah, hingga Rasulullah saw pun mencela orang-orang yang tidak mau menikah (membujang tanpa adanya alasan yang syar’i). Melalui beberapa sabdanya, Rasulullah saw mengatakan:
“Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku” (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)
“Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari)
“Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang” (HR. Abu Yahya dan Thabrani)
Islam adalah agama yang mudah, yang memberikan kemudahan kepada seluruh umatnya. Sehingga ketika ada peraturan yang diberikan oleh Allah swt melalui ajaran Islam, maka peraturan itu tidak akan bersifat memberatkan, terlebih lagi jika aturan atau perintah yang diberikan tersebut memiliki peranan dan manfaat yang sangat penting bagi umat-Nya. Ketika Allah swt menetapkan bahwa nikah adalah salah satu dari dua jalan keluar yang diajarkan di dalam Islam untuk melawan serangan hawa nafsu maka Allah swt pun telah turut memberikan kemudahan kepada umat-Nya untuk menikah.
Salah satu kewajiban yang harus dipenuhi dalam sebuah akad nikah oleh seorang laki-laki sebagai penghalal hubungan suami istri adalah harus memberikan mahar kepada calon istri. Tanpa adanya mahar, maka keduanya belum halal atau pernikahannya belum dikatakan sah. Maka dalam hal ini Allah swt melalui ajaran Islam memberikan kemudahan kepada pihak laki-laki berupa kemurahan nilai mahar. Islam mengajarkan kepada umat muslimah untuk tidak meninggikan atau mensyaratkan mahar yang bernilai tinggi, yang akan berakibat menyulitkan pihak laki-laki atau pernikahan itu sendiri. Berikut sabda Rasulullah saw mengenai perintah untuk merendahkan nilai mahar kepada wanita.
“Wanita yang paling agung barakahnya, adalah yang paling ringan maharnya” (HR. Ahmad, Al Hakim, Al Baihaqi dengan sanad yang shahih)
“Jangan mempermahal nilai mahar. Sesungguhnya kalau lelaki itu mulia di dunia dan takwa di sisi Allah, maka Rasulullah sendiri yang akan menjadi wali pernikahannya.” (HR. Ashhabus Sunan)
Dalam hal ini, Allah swt juga telah berfirman, yang artinya:
“Berikanlah mahar (mas kawin) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan” ( An Nisaa : 4)
Merujuk pada urgensi nikah yang telah dipaparkan di atas, maka memang tidak ada salahnya jika akhirnya banyak orang selalu mengawali pelaksanaan akad nikah mereka dengan kesibukan mencari hari baik.
Tidak ada salahnya untuk mecari haik, namun pada dasarnya Islam tidak mengajarkan hal ini. Karena dalam kacamata Islam, seluruh hari adalah baik, tidak ada hari yang buruk, terlebih lagi hari yang dapat memberikan keburukan atau malapetaka. Tidak ada dalil yang secara jelas dan detail di dalam ajaran Islam baik dalam bentuk firman Allah swt maupun hadits Rasulullah saw. Islam juga tidak mengajarkan kepada umatnya untuk mencari hari baik dalam melangsungkan akad nikah atau pernikahan.
Kenapa pada artikel sebelumnya (Pernikahan: Mencari Hari Baik), penulis lebih memfokuskan permasalahan pada praktek perdukunan atau peramalan?
Karena, praktek itulah yang saat ini banyak sekali dan masih berkembang di dalam kehidupan umat muslim. Sekali lagi penulis mengatakan bahwa tidak ada salahnya untuk seseorang mencari yang terbaik atau lebih baik. Namun, ketika cara yang dilakukan itu mengarah pada pertentangan terhadap syariat Islam, maka tentu saja hukumnya adalah haram. Dan itulah yang saat ini banyak terjadi di dalam kehidupan umat Islam. Mereka harus mendatangi orangtua atau orang pintar untuk mencari hari baik, untuk pelaksanaan akad nikah. Orang pintar atau orang tua itulah yang secara tidak langsung, mau atau tidak mau dalam kacamata Islam akan mendapat sebutan sebagai dukun atau paranormal (yang tentu saja diharamkan).
Seseorang yang disebut sebagai orang tua atau orang pintar tadi akan menghitung-hitung atau meramalkan hari baik untuk calon pengantin yang biasanya melalui tanggal lahir kedua calon kedua pengantin. Kemudian, si orang tua atau orang pintar akan mengatakan “Pernikahannya harus dilaksanakan pada hari ini atau ini, bulan ini atau bulan ini”. Jika dilaksanakan pada hari atau bulan selain yang telah ditunjukkan oleh orang pintar atau orang tua itu maka akan terjadi musibah pada kedua pengantin atau kepada keluarga pengantin, berupa kematian, rezekinya seret, dan lain-lain. Tentu saja hal ini sangat jelas menggambarkan bentuk kesyirikan.
Lepas dari pembahasan mencari hari baik sebagai bentuk perdukunan (karena telah dibahas pada artikel yang lalu “Pernikahan: Mencari Hari Baik”), di sini penulis akan sedikit memberikan gambaran bagaimana menentukan hari yang baik, yang tentunya tidak bertentangan dengan syariat Islam, terlebih lagi mengarah kepada perdukunan atau kemusyrikan.
Sebelumnya, penulis kembali mengatakan bahwa sebenarnya tidak ada dalil yang secara jelas dan detail yang mengatur mengenai hari yang tepat atau hari baik untuk melakukan akad nikah. Dengan demikian, tidak ada pula ajaran untuk mencari hari baik di dalam Islam. Karena, pada dasarnya semua hari itu adalah baik, semuanya telah diciptakan oleh Allah swt. Namun, sebagai umat Islam kita memiliki seorang suri tauladan terbaik yang bisa dijadikan panutan dalam menjalani seluruh aspek kehidupan. Kita memiliki Rasulullah Muhammad saw yang merupakan suri tauladan yang terbaik,Uswatun Hasanah bagi seluruh umat manusia, khususnya bagi umat muslim itu sendiri.
Memang benar bahwa Rasulullah saw juga tidak pernah mengeluarkan sabda yang mengajarkan atau memerintahkan umatnya untuk memilih hari tertentu untuk melaksanakan akad nikah. Namun sebagai suri tauladan yang terbaik, hanya dialah yang patut kita jadikan panutan. Demikian pula mengenai masalah hari baik untuk akad nikah ini, sudah sepatutnyalah kita mengikuti jejak beliau Rasulullah saw. Karena sesuai perintah Allah swt di dalam Al Quran yang memerintahkan kepada kita untuk mengikuti Rasulullah saw, yang merupakan salah satu tanda cinta kepada Allah swt. Allah swt berfirman:
“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imraan: 31)
Demikianlah Allah swt memerintahkan umatnya untuk senantiasa mengikuti Rasulullah saw. Berdasarkan firman Allah swt tersebut di atas, maka sudah sepatutnyalah kita mengikuti beliau juga dalam menentukan hari atau waktu untuk akad  nikah.
Dalam hal ini sederhana saja, bahwa Rasulllah saw telah menikahi beberapa dari istri beliau pada bulan yang sama, yaitu jatuh pada bulan Syawal. Dan jika kita menginginkan hari yang baik maka ikutilah jejak beliau, yaitu menikah pada bulan Syawal. Meskipun kita tidak tahu dengan pasti apa hikmah menikah di bulan Syawal yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw, namun Insya Allah itulah jalan terbaik yang diridhai oleh Allah swt. Dan dengan mengikuti jejak Rasulullah  saw ini, yang pasti akan menghindarkan kita dari perkara musyrik.
Anehnya, banyak dari umat muslim itu sendiri yang menganggap bulan Syawal sebagai salah satu bulan yang tidak baik untuk melangsungkan pernikahan. Padahal, Rasulullah saw sendiri pun telah menikah pada bulan Syawal beberapa kali (dengan beberapa istri beliau yang salah satunya adalah Aisyah binti Abu Bakar RA).
Anggapan atau mitos tersebut hingga kini masih terus berkembang di dalam kehidupan umat muslim. Mereka terus melanggengkan anggapan yang tidak ada dalilnya sama sekali di dalam ajaran Islam. Di sini tentu saja mereka telah terjatuh pada perkara yang telah disebutkan di dalam  Al Quran sebagai berikut:
“Mereka menjawab: ‘(Bukan karena itu) sebenarnya kami mendapati nenek moyang kami berbuat demikian.’” (QS. Asy Syu’araa: 74)
“Dan apabila dikatakan kepada mereka: ‘Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah,’ mereka menjawab: ‘(Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami.’ ‘(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?’” (QS. Al Baqarah: 170)
“Apabila dikatakan kepada mereka: ‘Marilah mengikuti apa yang diturunkan Allah dan mengikuti Rasul.’ Mereka menjawab: ‘Cukuplah untuk kami apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya.’ Dan apakah mereka itu akan mengikuti nenek moyang mereka walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak (pula) mendapat petunjuk?” (QS. Al Maidah: 104)
Na’udzubillah! Semoga kita dapat terhindar dari perkara tersebut.
Di sini penulis mengakhiri dengan “wa tawaa shaubilhaq wa tawa shaubishshabri”. Marilah ilmu yang sekelumit ini kita aplikasikan mulai dari diri  dan keluarga kita. Mari kita tuntun kelaurga kita menuju Islam yang seutuhnya.
Demikian. Wallahua’lam.

Menentukan atau Mencari Hari Baik Pernikahan

Pernikahan adalah satu ikatan yang membukakan banyak tabir keharamaan di antara dua insan, dan merubahnya menjadi ladang ibadah yang penuh barakah,  halal dan syar’i. Bersentuhan antara dua insan nonmuhrim yang pada awalnya haram, setelah melewati ritual pernikahan menjadi halal. Jika sebelum terikat pernikahan, memandang atau saling memandang adalah perbuatan yang diharamkan, maka setelah melewati prosesi pernikahan akan menjadi ibadah yang dibutuhkan dan sangat dianjurkan. Pernikahan adalah pembuka gerbang kehalalan bagi dua insan. Maka, jagalah pernikahan dengan segala kesuciannya, jangan nodai pernikahan dengan perkara-perkara yang dimurkai oleh Allah swt.
Syirik merupakan salah satu dosa terbesar yang tidak dapat diampuni oleh Allah swt, kecuali dengan sebenar-benarnya taubat kepada Allah swt. Namun, banyak sekali perbuatan-perbuatan syirik yang dilakukan seorang muslim dalam kehidupan sehari-harinya. Ada yang sudah tahu namun menutup telinga, dan ada juga yang terjerumus tanpa sepengetahuannya.
Salah satu tradisi bernilai syirik yang masih terus hidup dan berkembang dalam kehidupan masyarakat muslim saat ini adalah “mencari atau menanyakan hari baik” kepada orang tertentu (yang diyakini mengerti atau dapat meramal) untuk melangsungkan pernikahan. Perlu diketahui, bahwa menanyakan hari baik untuk melangsungkan pernikahan merupakan salah satu bentuk syirik kepada Allah swt.
Datang kepada orang tua, yang dituakan, tokoh masyarakat, atau kyai untuk bertanya dan mencari hari baik merupakan salah satu perbuatan syirik, karena mengandung unsur meramal. Ini sama artinya dengan mendatangi atau meminta bantuankepada TUKANG RAMAL atau DUKUN. Biasanya, hari dan tanggal lahir kedua calon pengantin dihitung-hitung atau diterawang lebih dahulu, dilihat dari primbon dan sebagainya. Kemudian hasil terawangan menyatakan bahwa pernikahan harus dilaksanakan pada hari dan tanggal sekian, jika pernikahan dilaksanakan pada hari-hari yang lain akan mendatangkan musibah, misalnya kematian salah satu pengantin, rezeki keluarganya akan sempit, keluarga sakit-sakitan, rumah tangganya akan berantakan, dan sebagainya. Hal ini tentu saja sudah mengarah kepada syirik.
Percaya dan menjalankan perbuatan ini sama artinya dengan mengatakan bahwa dukun atau tukang ramal itu adalah lebih baik, lebih mengerti, lebih kuasa, dan lebih hebat dari Allah swt. Dengan mempercayai dan menjalankan perbuatan tersebut, sama saja kita telah mengatakan bahwa perhitungan dan ucapan tukang ramal, dukun, dan primbon itu adalah lebih baik dari pada Al Quran.
Dalam hal ini, orang tua tempat bertanya tentang hari baik itu sudah dikategorikan sebagai seorang DUKUN.
Mengenai siapakah yang dapat disebut sebagai dukun, Ibnul Atsir t mengatakan: “Dukun adalah seseorang yang selalu memberikan berita tentang perkara-perkara yang belum terjadi pada waktu mendatang dan mengaku mengetahui segala bentuk rahasia. Memang dulu di negeri Arab banyak terdapat dukun seperti syiqq, sathih dan selainnya. Di antara mereka (orang Arab) ada yang menyangka bahwa dukun itu adalah para pemilik jin yang akan menyampaikan berita-berita kepada mereka. Di antara mereka ada pula yang menyangka bahwa dukun adalah orang yang mengetahui perkara-perkara yang akan terjadi dengan melihat kepada tanda-tandanya. Tanda-tanda itulah yang akan dipakai untuk menghukumi kejadian-kejadian seperti melalui pembicaraan orang yang diajak bicara atau perbuatannya atau keadaannya, dan ini mereka khususkan istilahnya dengan tukang ramal, Seperti seseorang mengetahui sesuatu yang dicuri dan tempat barang yang hilang dan sebagainya.” (An-Nihayah fii Gharibil Hadits, 4/214)
Sedangkan Al-Lajnah Ad-Da`imah (Lembaga Fatwa Kerajaan Arab Saudi) mengatakan: “Dukun adalah orang yang mengaku mengetahui perkara-perkara ghaib atau mengetahui segala bentuk rahasia batin. Mayoritas dukun adalah orang-orang yang mempelajari bintang-bintang untuk mengetahui kejadian-kejadian (yang akan terjadi) atau mereka mempergunakan bantuan jin-jin untuk mencuri berita-berita. Dan yang semisal mereka adalah orang-orang yang mempergunakan garis di tanah, melihat di cangkir, atau di telapak tangan atau melihat buku untuk mengetahui perkara-perkara ghaib tersebut.” (Fatawa Al-Lajnah Ad-Da`imah, 1/393-394)
Tidak ada seorang manusiapun di dunia ini yang dapat melihat hal-hal yang ghaib (masa depan adalah salah satu perkara yang ghaib). Bahkan Rasulullah saw, manusia termulia, kekasih Allah swt yang Maha Mengetahui yang telah, sedang, maupun yang akan terjadi saja tidak pernah meramal atau meminta diramalkan mengenai  masa depannya, lalu bagaimana mungkin manusia yang penuh dengan dosa seperti kita ini dapat melakukannya? (“Katakanlah : Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku (pula) menolak kemudlaratan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah aku membuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudlaratan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman”. (QS. Al A’raaf : 188).)
Dan satu hal yang perlu kita yakini adalah, seberapapun besar usaha seseorang (dukun atau tukang ramal) untuk memberikan hari baik kepada seseorang, jika memang Allah swt hendak memberikan musibah kepadanya, maka tidak akan ada yang mampu untuk menghindar ataupun selamat darinya.
”Dimana kamu berada kematian akan mengejarmu kendatipun kamu berada dalam benteng yang kokoh ”. (An-Nissa : 78)
Di ayat lain, Allah juga berfirman: ”Katakanlah sesungguhnya kematian yang kamu lari dari padanya akan menemui kamu kemudian kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang gaib dan yang nyata lalu diberikan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan ”. (QS. Al Jumua’ah : 8)
Untuk lebih meyakinkan mengenai haramnya perdukunan atau peramalan, berikut kami berikan beberapa dalil yang terkait:
“Katakan bahwa tidak ada seorangpun yang ada di langit dan di bumi mengetahui perkara ghaib selain Allah dan mereka tidak mengetahui bila mereka akan dibangkitkan.” (QS. An Naml : 65)
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang didaratan dan dilautan, dan tiada sehelai daunpun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir bijipun dalam kegelapan bumi dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)”. (QS. Al An’am : 59)
“Jika Allah memintakan sesuatu kemudlaratan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya melainkan Dia. Dan jika Dia mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dan Dialah Yang Berkuasa atas sekalian hamba-Nya, dan Dialah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui”.(QS. Al An’am : 17-18)
“Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi s.a.w , beliau bersabda:’Barangsiapa yang mendatangi kahin (dukun)) dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad s.a.w.” (HR. Abu Daud).
“Dikeluarkan oleh empat Ahlus Sunan dan disahihkan oleh Al-Hakim dari Nabi saw dengan lafaz: ‘Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun dan membenarkan apa yang ia katakan, sungguh ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad saw .”
“Dari Imran bin Hushain ra.,dia berkata: ‘Rasulullah s.aw bersabda: ‘Bukan termasuk golongan kami yang melakukan atau meminta tathayyur (menentukan nasib sial berdasarkan tanda-tanda benda,burung dan lain-lain), yang meramal atau yang meminta diramalkan, yang menyihir atau meminta disihirkan dan barangsiapa mendatangi peramal dan membenarkan apa yang ia katakan, maka sesungguhnya ia telah kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad saw .” (HR. Al-Bazzaar,dengan sanad jayyid).
“Orang yang mendatangi tukang ramal (paranormal) kemudian ia bertanya kepadanya tentang sesuatu, maka shalatnya tidak akan diterima selama 40 malam”. (HR. Muslim dan Ahmad, dari sebagian isteri Nabi [Hafshah])
“Orang yang mendatangi dukun, kemudian membenarkan apa yang dikatakanya atau mendatangi wanita yang sedang haidh, atau menjima’ istrinya dari duburnya, maka sesungguhnya orang tersebut telah terlepas (kafir) dari apa yang telah diturunkan kepada Muhammad saw”. (HR. Imam Ahmad, Tirmidzi, Abu Daud dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah)
“Bahwa Rasulullah saw melarang pemanfaatan jual beli anjing, mahar kedurhakaan (makhar perzinahan/pelacuran) dan memberi upah kepada dukun”.(HR. Bukhari dan Muslin dari Abu Mas’ud)
“Kunci perkara ghaib itu ada lima, tidak ada seorangpun yang mengetahuinya melainkan Allah Ta’ala : ‘Tidak ada seorangpun yang mengetahui apa yang akan terjadi esok selain Allah Ta’ala, dan tidak ada seorangpun mengetahui apa yang didalam kandungan selain Allah Ta’ala, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan terjadinya hari kiamat kecuali Allah Ta’ala, dan tidak ada seorangpun yang mengetahui dibumi mana dia akan mati selain Allah Ta’ala, dan tidak seorangpun mengetahui kapan hujan akan turun kecuali Allah Ta’ala”. (HR. Imam Bukhari dan Imam Ahmad dari Ibnu Umar)
Dari dalil-dalil di atas, jelas sekali bahwa Allah swt melarang kita untuk mendatangi dukun atau tukang ramal. Dengan mendatangi dan mempercayai mereka, berarti kita telah mengakui adanya kekuatan yang dapat menembus perkara ghaib selain Allah swt. Maka kita telah melakukan perbuatan syirik kepada Allah swt. Dan pada salah satu hadits di atas, Rasulullah saw juga telah mengatakan dengan jelas bahwa dengan mendatangi dan mempercayai dukun atau tukang ramal berarti kita telah kufur kepada Allah swt.
Sungguh, aneh sekali orang-orang yang mengaku dirinya Islam dan hendak melangsungkan pernikahan dalam syariat Islam, tapi masih menyandarkan masa depan  pernikahannya pada seorang dukun atau tukang ramal. Apakah mereka berpikir bahwa dukun atau tukang ramal tersebut memiliki kekuatan yang jauh lebih dahsyat dari Allah swt? Apakah mereka berpikir bahwa dukun atau tukang ramal yang telah bersekutu dengan jin tersebut dapat menghindarkan mereka dari malapetaka yang akan menimpanya?Na’udzubillah! Tidak akan ada yang akan selamat dan menyelamatkan manakala Allah swt telah menentukan satu musibah kepada seorang atau sekelompok hamba. Dan tidak akan ada pula yang akan terluka atau menderita sedikitpun, manakala Allah swt telah memutuskan untuk memberikan pertolongan-Nya.
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri,”(QS. Al hadiid : 22 – 23).
Merujuk pada ayat di atas, jelaslah bahwa segala sesuatu bencana yang terjadi itu merupakan suatu ketetapan yang telah tertulis di Lauh Mahfuzh. Bukan dukun atau tukang ramal yang menyebabkannya, dan bukan mereka pula yang akan menghilangkannya. Maka tidak ada satu pernikahan yang mengalami kegagalan karena tidak mendatangi dukun atau tukang ramal guna menanyakan hari baik. Tidak akan ada musibah dalam suatu pernikahan, kecuali itu sudah tertulis di Lauh Mahfuzd, menjadi rahasia Allah swt, dan tidak akan ada yang mampu untuk mengetahui ataupun menghindarinya.
Pernikahan adalah gerbang pembuka halalnya satu ikatan antara seorang lelaki dengan seorang perempuan. Pernikahan akan merubah berbagai banyak perkara yang haram menjadi halal. Pernikahan merupakan media yang akan membuang banyak nilai-nilai dosa dan maksiat menjadi nilai ibadah dan pahala.
Saling memandang dan saling menyentuh antar pasangan yang telah dihalalkan melalui ikatan pernikahan merupakan satu bentuk ibadah dan tentunya segala bentuk ibadah adalah berpahala. Sedangkan saling memandang dan saling menyentuh antar lawan jenis tanpa ikatan pernikahan atau ikatan kemuhriman merupakan salah satu bentuk maksiat, dan tentu saja segala bentuk maksiat akan menimbulkan dosa.
Subhanallah! Betapa indah dan mulianya nilai-nilai yang terkandung di dalam sebuah pernikahan. Bahkan yang pada awalnya haram pun akan berubah menjadi halal dan akan dihitung sebagai suatu ibadah.
Saudaraku, mari sama-sama kita jaga nilai-nilai kemuliaan pernikahan dan akidah islam kita dengan menjauhkan diri dari segala bentuk perbuatan syirik dan menyekutukan Allah swt. Serahkan semuanya kepada Allah swt. Menikahlah dengan niat untuk beribadah kepada Allah swt, dan laksanakanlah pernikahan tersebut dengan cara-cara yang telah ditetapkan oleh Allah swt di dalam syariat Islam. Memohon dan memintalah pertolongan hanya kepada Allah swt untuk mendapatkan pernikahan yang selamat, yang penuh dengan barakah, sakinah, mawaddah, warrohmah. Karena Allah swt yang Mengatur dan Memiliki segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi, serta yang ada diantara keduanya.
“Hanya kepadaMu-lah kami menyembah dan hanya kepadaMu-lah kami meminta tperolongan.” (QS. Al-Fatihah:5)
Wallahua’lam

Proses tata cara pernikahan yang Islami


Sesungguhnya Islam telah memberikan tuntunan kepada pemeluknya yang akan memasuki jenjang pernikahan, lengkap dengan tata cara atau aturan-aturan Allah Subhanallah. Sehingga mereka yang tergolong ahli ibadah, tidak akan memilih tata cara yang lain. Namun di masyarakat kita, hal ini tidak banyak diketahui orang.

Pada risalah yang singkat ini, kami akan mengungkap tata cara penikahan sesuai dengan Sunnah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam yang hanya dengan cara inilah kita terhindar dari jalan yang sesat (bidah). Sehingga orang-orang yang mengamalkannya akan berjalan di atas landasan yang jelas tentang ajaran agamanya karena meyakini kebenaran yang dilakukannya. Dalam masalah pernikahan sesunggguhnya Islam telah mengatur sedemikian rupa. Dari mulai bagaimana mencari calon pendamping hidup sampai mewujudkan sebuah pesta pernikahan. Walaupun sederhana tetapi penuh barakah dan tetap terlihat mempesona. Islam juga menuntun bagaimana memperlakukan calon pendamping hidup setelah resmi menjadi sang penyejuk hati.

Berikut ini kami akan membahas tata cara pernikahan menurut Islam secara singkat.Hal-Hal Yang Perlu Dilakukan Sebelum Menikah
  1. Minta Pertimbangan
    Bagi seorang lelaki sebelum ia memutuskan untuk mempersunting seorang wanita untuk menjadi isterinya, hendaklah ia juga minta pertimbangan dari kerabat dekat wanita tersebut yang baik agamanya. Mereka hendaknya orang yang tahu benar tentang hal ihwal wanita yang akan dilamar oleh lelaki tersebut, agar ia dapat memberikan pertimbangan dengan jujur dan adil. Begitu pula bagi wanita yang akan dilamar oleh seorang lelaki, sebaiknya ia minta pertimbangan dari kerabat dekatnya yang baik agamanya.
  2. Shalat Istikharah
    Setelah mendapatkan pertimbangan tentang bagaimana calon isterinya, hendaknya ia melakukan shalat istikharah sampai hatinya diberi kemantapan oleh Allah Taala dalam mengambil keputusan.
    Shalat istikharah adalah shalat untuk meminta kepada Allah Taala agar diberi petunjuk dalam memilih mana yang terbaik untuknya. Shalat istikharah ini tidak hanya dilakukan untuk keperluan mencari jodoh saja, akan tetapi dalam segala urusan jika seseorang mengalami rasa bimbang untuk mengambil suatu keputusan tentang urusan yang penting. Hal ini untuk menjauhkan diri dari kemungkinan terjatuh kepada penderitaan hidup. Insya Allah ia akan mendapatkan kemudahan dalam menetapkan suatu pilihan.
  3. Khithbah (peminangan)
    Setelah seseorang mendapat kemantapan dalam menentukan wanita pilihannya, maka hendaklah segera meminangnya. Laki-laki tersebut harus menghadap orang tua/wali dari wanita pilihannya itu untuk menyampaikan kehendak hatinya, yaitu meminta agar ia direstui untuk menikahi anaknya. Adapun wanita yang boleh dipinang adalah bilamana memenuhi dua syarat sebagai berikut, yaitu:
    • Pada waktu dipinang tidak ada halangan-halangan syari yang menyebabkan laki-laki dilarang memperisterinya saat itu. Seperti karena suatu hal sehingga wanita tersebut haram dini kahi selamanya (masih mahram) atau sementara (masa iddah/ditinggal suami atau ipar dan lain-lain).
    • Belum dipinang orang lain secara sah, sebab Islam mengharamkan seseorang meminang pinangan saudaranya.
    Dari Uqbah bin Amir radiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa
    sallam bersabda: "Orang mukmin adalah saudara orang mukmin yang lain. Maka
    tidak halal bagi seorang mukmin menjual barang yang sudah dibeli saudaranya,
    dan tidak halal pula meminang wanita yang sudah dipinang saudaranya, sehingga saudaranya itu meninggalkannya." (HR. Jamaah)
    Apabila seorang wanita memiliki dua syarat di atas maka haram bagi seorang laki-laki untuk meminangnya.
  4. Melihat Wanita yang Dipinang
    Islam adalah agama yang hanif yang mensyariatkan pelamar untuk melihat wanita yang dilamar dan mensyariatkan wanita yang dilamar untuk melihat laki-laki yang meminangnya, agar masing- masing pihak benar-benar mendapatkan kejelasan tatkala menjatuhkan pilihan pasangan hidupnyaDari Jabir radliyallahu anhu, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
    "Apabila salah seorang di antara kalian meminang seorang wanita, maka apabila ia mampu hendaknya ia melihat kepada apa yang mendorongnya untuk menikahinya."
    Jabir berkata: "Maka aku meminang seorang budak wanita dan aku bersembunyi untuk bisa melihat apa yang mendorong aku untuk menikahinya. Lalu aku menikahinya." (HR. Abu Daud dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani di dalam Shahih Sunan Abu Dawud, 1832). Adapun ketentuan hukum yang diletakkan Islam dalam masalah melihat pinangan ini di antaranya adalah:
    • Dilarang berkhalwat dengan laki-laki peminang tanpa disertai mahram.
    • Wanita yang dipinang tidak boleh berjabat tangan dengan laki- laki yang meminangnya.
  5. Aqad Nikah
    Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
    • Adanya suka sama suka dari kedua calon mempelai.
    • Adanya ijab qabul.
      Ijab artinya mengemukakan atau menyatakan suatu perkataan. Qabul artinya menerima. Jadi Ijab qabul itu artinya seseorang menyatakan sesuatu kepada lawan bicaranya, kemudian lawan bicaranya menyatakan menerima. Dalam perkawinan yang dimaksud dengan "ijab qabul" adalah seorang wali atau wakil dari mempelai perempuan mengemukakan kepada calon suami anak perempuannya/ perempuan yang di bawah perwaliannya, untuk menikahkannya dengan lelaki yang mengambil perempuan tersebut sebagai isterinya. Lalu lelaki bersangkutan menyatakan menerima pernikahannya itu. Diriwayatkan dalam sebuah hadits bahwa:
      Sahl bin Said berkata: "Seorang perempuan datang kepada Nabi shallallahu alaihiwa sallam untuk menyerahkan dirinya, dia berkata: "Saya serahkan diriku kepadamu." Lalu ia berdiri lama sekali (untuk menanti). Kemudian seorang laki-laki berdiri dan berkata: "Wahai Rasulullah kawinkanlah saya dengannya jika engkau tidak berhajat padanya." Lalu Rasulullah shallallahu alaih wa sallam bersabda: "Aku kawinkan engkau kepadanya dengan mahar yang ada padamu." (HR. Bukhari dan Muslim).
      Hadist Sahl di atas menerangkan bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah mengijabkan seorang perempuan kepada Sahl dengan mahar atau maskawinnya ayat Al-Quran dan Sahl menerimanya.
    • Adanya Mahar (mas kawin)
      Islam memuliakan wanita dengan mewajibkan laki-laki yang hendak menikahinya
      menyerahkan mahar (mas kawin). Islam tidak menetapkan batasan nilai tertentu
      dalam mas kawin ini, tetapi atas kesepakatan kedua belah pihak dan menurut kadar kemampuan. Islam juga lebih menyukai mas kawin yang mudah dan sederhana serta tidak berlebih-lebihan dalam memintanya.
      Dari Uqbah bin Amir, bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
      "Sebaik-baik mahar adalah yang paling ringan." (HR. Al-Hakim dan Ibnu Majah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 3279 oleh Al-Albani)
    • Adanya Wali
      Dari Abu Musa radliyallahu anhu, Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda: "Tidaklah sah suatu pernikahan tanpa wali." (HR. Abu Daud dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abi Dawud no.
      1836).Wali yang mendapat prioritas pertama di antara sekalian wali-wali yang ada adalah ayah dari pengantin wanita. Kalau tidak ada barulah kakeknya (ayahnya ayah), kemudian saudara lelaki seayah seibu atau seayah, kemudian anak saudara lelaki. Sesudah itu barulah kerabat-kerabat terdekat yang lainnya atau hakim.
    • Adanya Saksi-Saksi
      Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
      "Tidak sah suatu pernikahan tanpa seorang wali dan dua orang saksi yang adil." (HR. Al-Baihaqi dari Imran dan dari Aisyah, shahih, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir oleh Syaikh Al-Albani no. 7557).
      Menurut sunnah Rasul shallallahu alaihi wa sallam, sebelum aqad nikah diadakan khuthbah lebih dahulu yang dinamakan khuthbatun nikah atau khuthbatul-hajat.
  6. Walimah
    Walimatul Urus hukumnya wajib. Dasarnya adalah sabda Rasulullah shallallahu alaih wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf:
    "....Adakanlah walimah sekalipun hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Alabni dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854)
    Memenuhi undangan walimah hukumnya juga wajib."Jika kalian diundang walimah,
    sambutlah undangan itu (baik undangan perkawinan atau yang lainnya). Barangsiapa yang tidak menyambut undangan itu berarti ia telah bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya." (HR. Bukhari 9/198, Muslim 4/152, dan Ahmad no.
    6337 dan Al-Baihaqi 7/262 dari Ibnu Umar).
    Akan tetapi tidak wajib menghadiri undangan yang didalamnya terdapat maksiat
    kepada Allah Taala dan Rasul-Nya, kecuali dengan maksud akan merubah atau menggagalkannya. Jika telah terlanjur hadir, tetapi tidak mampu untuk merubah atau menggagalkannya maka wajib meninggalkan tempat itu.
    Dari Ali berkata: "Saya membuat makanan maka aku mengundang Nabi shallallahu
    'alaihi wa sallam dan beliaupun datang. Beliau masuk dan melihat tirai yang bergambar maka beliau keluar dan bersabda:
    "Sesungguhnya malaikat tidak masuk suatu rumah yang di dalamnya ada gambar."
    (HR. An-Nasai dan Ibnu Majah, shahih, lihat Al-Jamius Shahih mimma Laisa fis
    Shahihain 4/318 oleh Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadii).
    Adapun Sunnah yang harus diperhatikan ketika mengadakan walimah adalah sebagai berikut:
    • Dilakukan selama 3 (tiga) hari setelah hari dukhul (masuk- nya) seperti yang dibawakan oleh Anas radliallahu 'anhu, katanya:
      Dari Anas radliallahu 'anhu, beliau berkata: "Rasulullah shallallahu'alaihi wa sallam telah menikahi Shafiyah dengan maskawin pembebasannya (sebagai tawanan perang Khaibar) dan mengadakan walimah selama tiga hari." (HR. Abu Yala, sanadhasan, seperti yang terdapat pada Al-Fath 9/199 dan terdapat di dalam Shahih Bukhari 7/387 dengan makna seperti itu. Lihat Adabuz Zifaf fis Sunnah Al-Muthaharah oleh Al-Albani hal. 65)
    • Hendaklah mengundang orang-orang shalih, baik miskin atau kaya sesuai denganwasiat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam:
      "Jangan bersahabat kecuali dengan seorang mukmin dan jangan makan makananmu kecuali seorang yang bertaqwa." (HR. Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Al-Hakim dari Abi Said Al-Khudri, hasan, lihat Shahih Al-Jamius Shaghir 7341 dan Misykah Al-Mashabih 5018).
    • Sedapat mungkin memotong seekor kambing atau lebih, sesuai dengan taraf ekonominya. Keterangan ini terdapat dalam hadits Al-Bukhari, An-Nasai, Al-Baihaqi dan lain-lain dari Anas radliallahu 'anhu. Bersabda Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada Abdurrahman bin Auf:
      "Adakanlah walimah meski hanya dengan seekor kambing." (HR. Abu Dawud dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud no. 1854) Akan tetapi dari beberapa hadits yang shahih menunjukkan dibolehkan pula mengadakan walimah tanpa daging. Dibolehkan pula memeriahkan perkawinan dengan nyanyi-nyanyian dan menabuh rebana (bukan musik) dengan syarat lagu yang dinyanyikan tidak bertentangan dengan ahklaq seperti yang diriwayatkan dalam hadits berikut ini:
      Dari Aisyah bahwasanya ia mengarak seorang wanita menemui seorang pria Anshar. Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: "Wahai Aisyah, mengapa kalian tidak menyuguhkan hiburan? Karena kaum Anshar senang pada hiburan." (HR. Bukhari 9/184-185 dan Al-Hakim 2/184, dan Al-Baihaqi 7/288). Tuntunan Islam bagi para tamu undangan yang datang ke pesta perkawinan hendaknya mendoakan kedua mempelai dan keluarganya.Dari Abi Hurairah radhiyallahu anhu bahwa Rasulullah shallallahu alaih wa sallam jika mengucapkan selamat kepada seorang mempelai, beliau mengucapkan doa: "Mudah-mudahan Allah memberimu berkah. Mudah-mudahahan Allah mencurahkan keberkahan kepadamu dan mudah - mudahan Dia mempersatukan kalian berdua dalam kebajikan." (HR. Said bin Manshur di dalam Sunannya 522, begitu pula Abu Dawud 1/332 dan At-Tirmidzi 2/171 dan yang lainnya, lihat Adabuz Zifaf hal. 89)

    Adapun ucapan seperti "Semoga mempelai dapat murah rezeki dan banyak anak" sebagai ucapan selamat kepada kedua mempelai adalah ucapan yang dilarang oleh Islam, karena hal itu adalah ucapan yang sering dikatakan oleh Kaum jahiliyyah.
    Dari Hasan bahwa Aqil bin Abi Thalib menikah dengan seorang wanita dari Jisyam.Para tamu mengucapkan selamat dengan ucapan jahiliyyah: "Bir rafa wal banin." Aqil bin Abi Thalib mencegahnya, katanya: "Jangan kalian mengatakan demikian karena Rasulullah melarangnya." Para tamu bertanya: " Lalu apa yang harus kami ucapkan ya Aba Zaid?" Aqil menjelaskan, ucapkanlah: "Mudah- mudahan Allah memberi kalian berkah dan melimpahkan atas kalian keberkahan." Seperti itulah kami diperintahkan. (HR. Ibnu Abi Syaibah 7/52/2, An-Nasai 2/91, Ibnu Majah 1/589 dan yang lainnya, lihat Adabuz Zifaf hal. 90)
Demikianlah tata cara pernikahan yang disyariatkan oleh Islam. Semoga Allah Taala memberikan kelapangan bagi orang- orang yang ikhlas untuk mengikuti petunjuk yang benar dalam memulai hidup berumah tangga dengan mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaih wa sallam. Mudah-mudahan mereka digolongkan ke dalam hamba-hamba yang dimaksudkan dalam firman-Nya: "Yaitu orang-orang yang berdoa: Ya Rabb kami, anugerahkan kepada kami isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami). Dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertaqwa." (Al-Furqan: 74).

Sumber: